Hi, guest ! welcome to VIOLET CAFE. | About Us | Contact | Register | Sign In

Senin, 14 November 2011

Home » , , » [ Diary Sang Penggoda ] Suamimu Menggodaku

[ Diary Sang Penggoda ] Suamimu Menggodaku

Oleh : Zee Zee

Kunikmati malam ini di beranda. Kusapu pandanganku kearah pijar-pijar lampu malam yang terlihat indah di kejauhan. View of night dan memandang indahnya rembulan sungguh membuatku betah untuk berlama-lama menghabiskan waktu sambil menunggu kedatanganya. Terdengar bell berbunyi. Cepat-cepat kulirik dan melihat Aeiger yang melingkari dilenganku, 22: 45 WIB dan berjalan ke arah pintu. Pasti itu Panji karena ia telah berjanji menemuiku seperti biasa. Ku buka grendel pintu dengan segera, langsung saja wanita itu menyerobot masuk.

“Jadi ini apartment yang Panji belikan buatmu” serbu wanita yang berdiri di depanku.

Matanya yang penuh selidik menyapu seluruh ruangan bagaikan singa yang sedang menggerayangi mangsanya. Wajah aristokrat didepanku adalah wanita yang cukup cantik jika tanpa riasan menor itu, denganbalutan Channel ditubuhnya berwarna marun dan perhiasan disana sini membuatnya seakan toko berjalan. Begitu kontrast dengan diriku yang hanya menggunakan Flesh Revlon sebagai perona bibir dan tampil sederhana dengan lingerie hitam serta beraromakan Elizabeth Harden. Nada suara high heel yang terdengar wara wiri mengungkapkan ketidaktenangan wanita didepanku.

“Maaf, anda siapa” ujarku lembut dan tetap mencoba ramah terhadapnya sekaligus kupersilahkan ia untuk duduk, hatiku bertanya adakah ia wanita yang Panji ceritakan padaku.

“Jangan berbasa basi denganku, aku hanya mau kau meninggalkan Panji ”, katanya masih dengan keangkuhan yang luar biasa dan dikeluarkan sigaret berserta pemantik dari tasnya yang juga bermerk International . “Biarkan Panji kembali padaku”, ujarnya seraya mengeret pemantik dan menghirup dalam-dalam lalu membuang asapnya tepat di wajahku.

“Apa maksud kedatangan anda kemari, maaf jika tidak ada keperluan, silahkan anda keluar dari apartment saya” kataku masih dengan kelembutan seperti biasa dan berdiri mempersilahkan tamu tak diundang
ini untuk pergi. Lalu, Ia mematikan sigaretnya.

“Dasar perempuan tak tahu malu, pasti kau menjual tubuhmu untuk mendapatkan apartment ini dari Panji kan. Aku yakin kau telah memberinya guna-guna”, semburnya cepat sambil berdiri dan mendekatiku. Aku sedikit mengambil jarak darinya. “Tidak mungkin ia dengan mudah mencampakkan aku begitu saja, jika kau
tidak berbuat sesuatu yang gila”, katanya dengan tangan melayang diudara.

Kutangkis dan kutahan lengannya sebelum mampir dipipi mulusku.

“Jangan pernah menyakitiku, aku tidak kenal siapa kau, dan jika kau adalah wanita yang Panji ceritakan padaku.
Kau memang pantas untuk dicampakkan olehnya.” Ujarku tenang. Panji sudah menceritakan segalanya tentang wanita ini, istri yang dipilih orangtua Panji untuk dinikahi . Wanita yang culas dan angkuh menurut Panji, hanya mementingkan harta dan karir. Aku baru empat bulan mengenal Panji, masih berasa seperti kemarin saat bertemu Panji dibanding wanita di depanku ini yang telah menjadi istri Panji selama 4 tahun perkawinan mereka yang tidak pernah merasakan keharmonisan dan kebahagian.

“Berapa kau jual tubuhmu kepada Panji?”, ujarnya dengan binar marah diwajah. Aku tahu semua apa yang kau
lakukan bersama Panji, katanya seraya membanting beberapa lembaran photo ke atas meja. Pandangan
ku sekejap mengarah ke meja, itu memang photoku bersama Panji dalam beberapa pose di peraduanku. Terpikir
olehku darimana wanita didepanku ini mendapatkannya. Adakah ia menyewa jasa
detectif cinta untuk menguntit seluruh aktivitas asmaraku bersama Panji melalui kamera tersembunyi di
kamarku. Kapan dan bagaimana mereka masuk ke apartmentku.

“Aku bahkan tahu bahwa kau pergi ke dukun untuk mendapatkan dia” cercanya seakan ingin menelanku dan tertawa lirih. Dasar perempuan licik. Berapa banyak lelaki yang pernah tidur denganmu? Aku yakin kau hanya memoroti harta mereka saja termasuk Panji. Berapa Panji membayarmu untuk semalam” , dampratnya kepadaku. Aku sedikit masgul mendengar ucapannya padaku. Jika ia tahu bagaimana aku membeli
apartment ini dengan setiap tetes keringat darah yang kubayar selaku seorang sekretaris. Uang yang kukumpulkan selama 5 tahun masa kerjaku. Tapi, ku tetap berusaha tenang menghadapi amarahnya yang kian membara.

“Tidak perlu kulakukan semua itu, aku tidak perlu orang pandai, dukun atau pun guru spiritual untuk mendapatkan suamimu. Ia yang datang padaku atas keinginannya, tanpa aku perlu merayu. Dan aku dengan
senang menerimanya”, jawabku. “Apa yang kami lakukan bersama atas rasa suka dan kesenangan semata” jelasku.

“Syiet!!! makinya. “Jika seluruh wanita pengganggu suami orang mengaku sepertimu, aku yakin kalian sudah akan dirajam oleh seluruh istri dibumi ini” sindirnya sinis.

“Kau boleh tertawa, tapi suamimu lah yang datang menawarkan padaku tanpa pernah kupinta. Dan aku
sangat,sangat menikmati apa yang ia berikan padaku, termasuk tubuh dan gairahnya diatas ranjangku. Jangan pernah menguatirkan apapun dariku, karena aku tidak akan merampasnya darimu” uraiku dengan membela diri.

“Wanita hina yang tidak berhati nurani”, kecamnya padaku.

“Jika kau menyebutku tidak berhati nurani, dimana letak martabatmu sebagai istri selama perkawinanmu?
Adakah kau menjaga marwahnya sebagai suami?” timpalku dengan senyum kecil.

Plakkk!!! Ditamparnya wajahku. Dan balik kulayangkan tanganku ke wajahnya. Plakkkk!!! “Jangan pernah menyakitiku, ini peringatan kedua dariku. Silahkan anda meninggalkan apartmenku”, ujarku seraya mendekat ke pintu dan membukanya sekaligus mengusir wanita ini untuk pergi.

“Kau akan menyesali semua perbuatanmu terhadapku”, katanya dengan nada intimidasi padaku seraya meninggalkan apartmentku.

Ku melangkah memasuki kamarku dan duduk didepan meja rias, perlahan ku tarik laci narkas didepan dan mengeluarkan sebuah kotak musik hitam. Kukeluarkan selembar photo usang dari dalamnya dan kupandangi wajah kekasih hatiku, “Arga”, bisikku . “Andai saja kau tidak pernah pergi meninggalkanku, pasti hal ini tidak akan terjadi” ujarku parau. Kupandangi terus wajah Arga yang bagaikan pinang dibelah dua dengan Panji. Dan semuanya semakin kabur diiringi tetes air mata yang jatuh dipipi.”Semoga kau damai disana” pintaku lirih.
Share on :

+ komentar + 1 comment

14 November 2011 pukul 07.25

Selamat ya say... semoga rame cafenya

Siippppp

Terimakasih WePe atas Komentarnya di [ Diary Sang Penggoda ] Suamimu Menggodaku

Posting Komentar